Sunday, August 10, 2014

Pencurian Klub Teater








Judul:Pencurian Klub Teater
Genre:Mistery, School-life
Author:Aliffiandika   



      “Kak gawat kak..!!”teriak gadis berambut pendek memasuki kelas 11 A-5.
     “heh? Ada apa ndre..?” kata Fian, kakak Riana Andreani, nama gadis tersebut. Mereka adalah pelajar SMA Negeri 6 Malang. Pada hari jumat SMA 6 Malang tengah melakukan persiapan menjelang perayaan Hari ulang tahun sekolah, sekolah berencana menampilkan pertunjukan drama oleh Klub Teater, penampilan klub-klub lain, serta penampilan Band-band siswa, tak lupa juga di meriahkan oleh berbagai lomba menarik lainya.
     “gawat, kostum kami hilang, kostum untuk Drama di Hari ulang tahun sekolah besok.”
     “terus?”kata Fian cuek membaca buku.
     “ayolah...kau kan jenius, tolong bantu kami...” Hari itu, Klub Teater kehilangan properti untuk acara pementasan di perayaan ulang tahun sekolah. Hal itu cukup membuat anggota Klub Teater panik, karena hal itu dapat mengagalkan pementasan.
     “baiklah baiklah...tunggu sebentar.” kata Fian memasukan bukunya ke dalam laci meja.
     “sudah nanti saja !, ini lebih penting.” Riana menyeret kakaknya menuju Ruang Teater, tempat berkumpulnya anggota Klub Teater.
     Di depan Ruang Klub sudah berdiri banyak siswa.“lho..lho ini siapa lagi kau bawa?”tanya Aisyah siswi kelas 11 B-2 selaku ketua Klub Teater.
     “Dia kakak-ku, kelas 11 A-5, dia pasti bisa membantu kita menemukan ‘Gaun sang putri’ yang hilang, walaupun dia terlihat seperti lelaki tak ber-otak,tapi dia jenius lho..”ujar Riana dengan gayanya yang tomboy.
     “hei hei..”Fian melirik Riana.
     “baiklah..mohon bantuanya, gaun itu sangat penting untuk pementasan besok” ujar Aisyah pada Fian.
     “aah...tapi aku tidak yakin bisa menemukan gaun itu.” Fian menggaruk kepalanya yang berambut cukup lebat untuk laki-laki.
     “kami ingin kau menemukan siapa Pencurinya..!”kata Fitria salah seorang anggota Klub.
     “pencuri? Jadi maksudmu, gaun itu di curi?”
    “iya..”Aisyah menunjukan bagian dalam ruangan, Fian terpaksa masuk dan melihat lihat. Terlihat banyak properti untuk drama, sebuah lemari penuh sapu dan sebuah meja berbentuk bundar dikelilingi 5 kursi, dan terdapat tumpahan bedak berwarna putih berceceran di lantai.
      “oh..itu aku tadi tidak sengaja menumpahkan bedak untuk tata-rias di lantai, aku akan mengambil sapu..”kata Tifani gadis berkacamata.
     “jangan..! biarkan tempat ini tetap seperti semula !,jangan sentuh apapun !”sentak Fian mulai serius menyelidiki. “dimana letak Gaun itu awalnya?”
     “di situ.”Fitria menunjuk meja berbentuk bundar di kelilingi 5 kursi.
    “baiklah, sekarang siapa sajakah yang berada di ruangan ini berurutan seiring waktu..?”kata Fian.
    “pukul 10 kami semua anggota klub Teater membahas propeti di ruangan ini, lalu kami keluar untuk membeli makanan, sementara yang tinggal di sini yaitu Tifani dan Fitria.”ujar Aisyah.
     “aku pergi ke toilet karena mendadak perutku sakit, jadi aku meninggalkan Tifani sendirian.”kata fitria.
     “lalu bagaimana denganmu?”tanya Fian pada Tifani.
     “benar, aku sendiri di ruangan ini saat itu, aku tidak sengaja menyengol bedak yang ada diatas meja,sehingga terjatuh ke lantai dan berceceran, kemudian aku keluar mengambil kuas untuk memungutinya, setelah aku kembali, sudah ada Fitria dan mas-OB di pintu, saat itulah kami menyadari bahwa Gaun untuk pemeran ‘sang putri’ telah hilang.”
       “lalu mas..?”dia lanjut bertanya ke seorang OB yang juga ada di ruangan.
       “iya, saya tadi masuk untuk mengambil sapu.”
       “tunggu...,sapu?”
       “iya, sapu, kain pel dan alat kebersihan disimpan di ruangan teater ini, di lemari itu.” dia menunjukan lemari. “saat aku masuk, bedak sudah tercecer dan tak ada gaun diatas meja, tapi sebelum aku masuk aku sempat menyirami bunga di depan ruang ini, dan aku melihat tiga anak ini bergantian memasuki Ruangan ini.”
      Fian mengamati tiga anak berseragam lengkap, mereka yaitu Zaen ketua kelas 11 B-2, gadis berambut panjang bernama Rena siswa kelas 10-1, dan terakhir anak laki laki kurus bernama Yoga kelas 10-2.
     “kenapa kau masuk ruangan Teater?”tanya Fian pada Rena.
     “aku meminjam sapu, dan ini aku mau mengembalikanya.” dia menunjukan sapu di tanganya.
     “lalu kau?” dia menunjuk Yoga.
     “aku habis mengembalikan sapu ke dalam Ruangan, kebetulan hari ini aku piket, dan kelas kehabisan sapu, benarkan Riana?”
     “Iya kak, kebetulan kami sekelas di kelas 10-2.” Kata Riana.
     “yang terakhir kau Zaen.” Zaen adalah teman lama Fian di kelas 10.
     “sama seperti dia, pagi tadi kelasku meminjam sapu dari ruangan ini, kemudian pukul setengah sebelas-an aku mengembalikanya ke sini. aku sama sekali tak melihat gaun itu di  meja.”kata anak lelaki bertubuh jangkung itu.
     “beri aku waktu sebentar untuk mengamati meja itu.”kata Fian.
     “silahkan, tapi gaun itu tak mungkin ada di situ..” sahut Aisyah.
     “aku bukan mencari gaun itu di meja itu, tapi aku mencari petunjuk.”
     Fian mulai mendekati meja berbentuk lingkaran itu. Dia menunduk dan mengamati lantai, dia hanya melihat, namun tak menyentuh benda apapun disana.
     “bagaimana kak? Kau temukan petunjuknya?”kata Riana di belakang Fian.
     “Andre..coba katakan padaku, apa saja yang kau lihat?”kata Fian pada Riana, Fian biasa memanggil adiknya dengan nama Andre karena Riana bersikap seperti laki-laki.
    “mejanya bundar, ada lima kursi mengelilingi meja, ada tumpahan bedak di dekat salah satu kursi.”
     “ya benar, dengan begitu kita bisa mengetahui siapa pelakunya”
     “hah? Bagaimana bisa?”
     “lihat lah..”Fian menunjukan salah satu kursi dekat tumpahan bedak. “ada garis miring panjang di tumpahan bedak yang berasal dari kaki kursi, semua kursi tertata rapi, namun hanya kursi ini yang sedikit miring, kursi ini menghadap Barat tapi sedikit miring ke arah Utara, sialnya di tumpahan bedak ini juga ada banyak bekas jejak sepatu yang tidak jelas bentuknya, kemungkinan mereka menginjak-injak tumpahan bedak saat mencari gaun.”
     “aku masih tidak mengerti.”ujar Riana memiringkan kepalanya.
     “sudahlah, ikuti aku..”Fian dan Riana keluar ruangan dan menemui teman-temanya yang menunggu di depan ruangan.
      “bagaimana? Sudah kau temukan petunjuknya?”Fitria bertanya.
      “sudah, tapi petunjuknya tidak cukup untuk membuktikan siapa pelakunya.”jawab Fian.
      “apa mungkin pelakunya salah satu dari kalian berdua” kata Yani salah seorang anggota klub teater menunjuk Tifani dan Fitria.
     “apa..?! yang benar saja, aku ke kamar mandi, dan pulang-pulang gaun itu sudah tidak ada.”sentak Fitria.
     “bisa saja kau Tifani, bukankah kau satu satunya orang yang berada di ruangan ini ketika kami pergi.”
     “aku berani bersumpah, aku tak mencurinya, buat apa coba?kan bisa saja anak anak yang masuk sini mengambil sapu tadi..”Tifani menyangkal.
     “sudah sudah..! cukup jangan saling menuduh, kita tak bisa menuduh orang tanpa bukti. Begini saja, emh...sekarang jam berapa?”kata Fian.
    semua anak melihat jamnya masing masing. “jam 11:20”kata Fitria melihat jam di ponselnya.
    “di jam ku menunjukan pukul 11:27, lebih cepat 7 menit memang.” Kata Yoga melihat jam tangan yang ada di tangan kananya.
     “jam 11:20” ujar Zaen memperlihatkan ponsel di tangan kananya.
     “ponselku menunjukan pukul 11:22”sahut Aisyah sambil memasukan ponselnya ke saku kirinya.yang lainya kebanyakan sama dengan jam Fitria.
     “ngomong ngomong kenapa kalian semua membawa tas kalian?”tanya Fian.
     “kelas kami semua sedang dibersihkan untuk acara besok, makanya kami membawa tas kami”ujar Tifani.
     “baiklah kalau begitu, tak ada waktu lagi, karena ini hari jumat, sebentar lagi siswa laki -laki muslim harus sholat jumat, aku akan melakukan tes kepada kalian semua.yaitu tes lari.”
     “apa?!tes lari?! Jangan bercanda kau!”ujar Aisyah.
      “iya, benar, untuk apa lari segala?kita mencari pencuri kan?”sahut Zaen.
      “sudah turuti saja, tak ada waktu lagi” akhirnya mereka menuruti perkataan Fian, mereka lari satu persatu dengan jarak 20 meter, tak terkecuali adiknya sendiri dan OB.
      “bagaimana?”tanya Aisyah.
      “uh..aku belum tahu siapa pelakunya, atau mungkin pelakunya memang tidak ada diantara kita.”jawab Fian.
      “apa..!?hei ayolah, jangan bermain-main, apa mungkin kau ini memang bodoh dan tidak tahu siapa pelakunya?”Aisyah mulai marah.
      “aku bilang aku belum mengetahui siapa pelakunya disini, mungkin pelakunya tidak ada diantara kita. Begini saja, sekarang kau beritahu wakil kepala sekolah masalah kehilangan ini, biar nanti diumumkan bagi siapa yang menemukanya. Aku berani jamin pasti ditemukan sebelum selesai sholat jumat, dan jika tidak, aku yang bertanggung jawab” Fian menegaskan.
      Dengan begitu, semua bubar. Aisyah ditemani beberapa temanya pergi ke wakil kepala sekolah untuk melapor, sementara yang lainya pergi kembali ke kelasnya.
      “tunggu kak, sebenarnya kau berbohongkan soal kau tidak tahu siapa pelakunya?, dan lagi pula, ini jalan menuju kelasku, kelasmu kan disana!”ujar Riana yang kakaknya berjalan di sampingnya.
      “ndre..aku bertanya, apa saja jadwal pelajaranmu hari ini.?”
      “karena hari ini jumat, kelasku hanya punya dua mata pelajaran, yaitu Seni dan PKN, jam selebihnya di gunakan untuk bersih bersih.”
      “apakah dua pelajaran itu membuat bawaanmu berat?”
     “tidak, lihatlah ! tasku sangat ringan, hanya membawa dua buku tulis untuk PKN dan satu buku gambar untuk Seni, lagi pula hari jumat tak ada ekstra kurikuler apapun, tentu bawaanku tidak berat.”
     “itu dia...”
     “kenapa?”sahut Riana.
     “kita akan menemui sang pelaku.” Fian mempercepat langkah kakinya, Riana mengikuti di belakangnya. Mereka mendekati seseorang dari arah belakang, dan menepuk pundaknya.
     “apa..?! Yo..Yoga..?”ujar Riana, melihat kakaknya menangkap Yoga. “tapi kenapa?”
     Mereka bertiga berhenti, kebetulan jalan menuju kelas sudah sepi, tak ada murid lalu lalang. “kau ingat posisi kursi di meja bundar itu? Kau ingat bekas kaki kursi yang didorong di tumpahan bedak?”
     “iya, kenapa dengan itu semua, bukankah itu semua tak ada hubunganya dengan Yoga?”
     “pada tumpahan bedak itu, ada garis sepanjang 20 centimeter miring ke kanan, dan garis itu dibuat oleh kaki kursi yang didorong, hanya kaki kursi bagian kiri yang menimbulkan garis,dan kursi miring menghadap kanan. Artinya seseorang telah memiringkan badan sebelah kirinya dan menjulurkan tangan kirinya untuk mengambil gaun, sehingga kursi didepanya terdorong dan miring kearah kanan, bisa disimpulkan si pelaku adalah kidal, dan hanya ada dua orang yang kidal di antara kita tadi, yaitu Aisyah dan Yoga..!”
     “bagaimana kau bisa tahu Yoga dan Aisyah kidal?”tanya Riana.
     “Yoga memakai jam di tangan kanan kan? Orang biasa memakai jam di tangan kiri, sedangkan orang kidal memakai jam ditangan kanan. Dan Aisyah dia mengambil, memegang, dan menaruh ponselnya dengan tangan kiri, tapi Aisyah punya alibi, dia berada di kantin bersama teman-temanya saat kejadian, jadi...sisanya tinggal kau Yoga..!”
     Yoga terdiam, wajahnya memerah penuh kekhawatiran.
     “tapi karena Yoga kidal bukan berarti dia pelakunya bukan?”kata Riana meyahut.
     “kau kira untuk apa aku melakukan tes lari pada semua anak yang membawa tasnya? Itu hanya untuk memastikan bahwa ada tidaknya gaun itu di dalam tas mereka, makanya aku tadi bertanya soal jadwal padamu, seharusnya buku dan barang bawaanmu sangat sedikit, tapi lihat, tas yoga terlihat begitu besar dan penuh, lalu saat dia berlari, tasnya terangkat angkat dengan mudah dan ringan, artinya tas yoga terisi barang yang ringan tapi memakan tempat. Jika dugaanku benar maka gaun itu ada di dalam tasnya yoga sekarang. Dan perkara bedak, pasti bedak yang menempel dibawah sepatunya sudah hilang saat dia menginjak rumput berembun di sana tadi.” Fian dengan lengkap mengutarakan deduksinya.
     “tapi kenapa?”sahut Riana.
     “aku tidak akan bertanya kenapa, aku hanya ingin kau mengembalikan gaun itu ke klub Teater.”ujar Fian.
     Yoga tak menjawab sepatah katapun, dia tak bisa mengelak bukti itu, dia membuka tasnya, terlihat sebuah gaun berwarna putih dengan motif berwarna emas yang indah. “maafkan aku, aku hanya disuruh, aku bersumpah. Tolong jangan laporkan aku kak, kumohon..”kata Yoga memohon, mata Yoga mulai memerah dan berair.
     “sudah sudah..tenanglah, kau kira untuk apa aku menemuimu disini, sebenarnya aku sudah tahu kau pelakunya di sana, tapi jika kuutarakan pasti mereka akan menghajarmu dan tidak akan memaafkanmu, maka dari itu, kau kembalikan saja diam diam gaun itu, atau taruhlah di tempat yang banyak siswa lewat, aku yakin akan ada yang menemukan dan membawanya ke wakil kepala sekolah.”Fian menenangkan.
     “baik kak..aku akan melakukan seperti apa yang kau katakan, terimakasih kak..”ujar Yoga.
     “sudahlah Yog...tenang saja, kami tak akan mengadukanmu, akukan sekelas denganmu, dan aku tahu kau sebenarnya anak yang baik.”ujar Riana.
     “terimakasih Riana.”mereka pun pergi meninggalkan Yoga.
     “kau benar benar hebat kak..tak kusangka kakak yang kukira tidak berguna ini ternyata bijaksana juga..”ujar Riana.
     “sudahlah, aku hanya tak ingin ada yang sakit hati dan dirugikan, jika saja aku menuduhnya di depan yang lain, pasti dia menyimpan dendam dan akan berbuat hal buruk lagi.”
     “tapi kak, aku masih heran kenapa dia melakukanya? Dia bilang disuruh, tapi oleh siapa?”
     “aku sudah tahu siapa yang menyuruhnya, dia adalah temanku dulu, namanya Devi, dia kakanya Yoga, kau mengenalnya kan?, dulu dia ikut klub Sastra dan klub Teater.”
     “iya benar, beberapa hari yang lalu kak Devi memberikan naskah drama yang ia tulis kepada kak Aisyah, naskahnya tentang wanita melawan penyihir, tapi Yunita temanku juga mengajukan naskah dramanya yang berkisah tentang kisah cinta seorang putri dan pangeran”
      “sudah kuduga, pasti Devi merasa sakit hati ketika mengetahui bukan naskahnya yang digunakan untuk Drama, dia merasa naskahnya ditolak secara tidak langsung, dia juga merasa iri. Akhirnya dia menyuruh adiknya membalaskan sakit hatinya dengan menyuruh adiknya mencuri gaun yang digunakan untuk pentas drama.”
     “kurasa kak Devi salah paham, Kak Aisyah tidak menolak naskah kak Devi ataupun naskah Yunita, tapi dia menggabungkan keduanya, dalam drama akan ada tokoh putri dan pangeran melawan seorang penyihir.”
     “jadi begitu ya? Akhirnya, semua senangkan?”sahut Fian.
     “tapi kak? Dari mana kau tahu Yoga adiknya kak Devi?”
     “mereka sangat mirip, lagi pula dulu di kelas 10, aku pernah melihat Devi mengisi biodata, dan aku melihat dia menulis nama anggota keluarga termasuk adiknya, tertulis Yoga Widyanto.”
     Fian dan kawan kawanya pergi ke masjid sekolah untuk melaksanakan sholat jum’at. Seusai sholat jumat, Klub Teater berhasil mendapatkan gaunya kembali. Seorang siswa menemukanya di depan pos satpam dan menyerahkanya ke wakil kepala sekolah.
      “sepertinya Yoga melakukan apa yang kukatakan dengan baik.”kata Fian dan Riana yang sedang berjalan pulang menuju rumah.
     “kan sudah ku bilang, dia itu sebenarnya anak yang baik.”
     Keesokan harinya, mereka akan merayakan hari ulang tahun sekolah, semua lomba dan kegiatan berjalan dengan lancar dan meriah, termasuk pentas drama klub Teater, kisah seperti yang dikatakan Riana, Aisyah menggabungkan cerita Yunita dan Devi, Devi yang melihatnya juga ikut senang dan menyesal telah melakukan hal yang buruk.
      Tapi ada hal yang membuat Fian kaget saat menyaksikan pertunjukan Drama, “Hah..!!Ri...Riana jadi Pangeran?!” ujar Fian kaget.
     “siapa Riana?”kata Teman Fian yang duduk disebelah.
     “Dia adik perempuanku.”
     “pe..perempuan?oh iya ya, adikmu si cewek tomboy itu kan?”. Mungkin klub Teater menjadikan Riana Pangeran karena Riana yang bertingkah dan bersikap seperti laki-laki, atau juga mungkin karena Klub Teater tak memiliki anggota laki-laki untuk memerankan sang Pangeran.


Minta Koreksi dan komentarnya gan.
Catatan: Boleh Copas, tapi DILARANG mengubah hak cipta.

No comments:

Post a Comment

Kata - Kata Kasar (The Tabooness of Profanity)

"Kok kamu ngomong kasar kayak gitu sih?" "Jaga dong mulutmu!" "Kok kowe misuhan seh?" "Why do you cursed ...