Sunday, August 31, 2014

Kasus Seorang Sherlockian









Judul: Kasus Seorang Sherlockian
Genre:Mystery
Author:Aliffiandika

      Anis Duduk sendirian di kelas 11-A2 dengan wajah muram dan lesu, ekspresi takut dan khawatir memancar dari wajahnya. Jam kelas menunjukan pukul 6 kurang 10 menit.kelas masih sepi,tak ada seorangpun yang datang sampai dua orang temanya memasuki pintu kelas.
      “Eh nis..tumben kamu sudah datang pagi-pagi begini?”tanya Fian yang datang bersama Reza.
     “iya, lho kok wajahmu suram begitu? Seperti habis dikejar Hantu”ujar Reza. Anis tetap tertunduk lesu.
     “lebih parah dari itu, aku kehilangan Novelku, Novel Sherlock Holmes!!”jawab Anis.dia adalah pecinta Novel fiksi Detekif berjudul Sherlock holmes karya Sir Arthur Conan Doyle.
     “Hilang? Kok bisa?”Reza menyentak.
     “iya, sepertinya telah di curi orang, ini semua salahku”
     “Nis..coba jelaskan yang lengkap kepada kami, agar kami tidak menjadi bingung.” Sahut Fian menaikan alisnya, tandanya ia tertarik dengan masalah ini. Fian adalah anak penggila misteri dan selalu bernafsu untuk memecahkan misteri yang ditemuinya.
     “kemarin, aku dan Robi pulang jam setengah lima Sore, sekolah sudah sepi, dan kami yakin menjadi siswa yang pulang paling terakhir kemarin, aku disini bersama Robi membaca Novelku, lalu kuletakkan Novelku di meja guru di depan situ karena aku membantu Robi menyelesaikan tugas. Kemudian aku pulang dan mengantarkan Robi pulang, setelah di rumah barulah aku tersadar bahwa novelku tertinggal di Meja Guru. akhirnya aku memutuskan untuk datang pagi-pagi untuk memastikan Novelku masih ada di Meja guru, tapi hasilnya diluar harapan.” Dengan sedih Anis menceritakan.
     “apa kau yakin Novelmu hilang di kelas ini? Lalu apa ada orang yang kau curigai? OB mungkin?”tanya Fian menyelidik.
     “Tidak, kemarin OB membersihkan kelas ini,Robi dan aku di dalam kelas saat dia membersihkanya, setelah OB itu pergi, aku juga masih melihat Novelku di atas meja.”
     “Jadi, kemungkinan Novelmu hilang pagi tadi sebelum kau datang?”
     “iya, sudah pasti itu, karena sewaktu aku dan Robi keluar kelas, Pak Satpam langsung mengunci pintu kelas dan kami melihatnya sendiri. Tadi pagi aku juga sudah tanya ke pak satpam, tapi dia sama sekali tidak mengambil Novel itu, lagi pula untuk apa”
     Fian bungkam melihat empat macam jejak sepatu berwarna coklat lumpur dari lantai. “tunggu sebentar, Anis, kau yakin kemarin OB sudah membersihkan kelas ini? Lalu kau yakin kemarin tak ada Hujan?”ujar Fian.
     “tidak, tapi jam tiga pagi tadi sempat hujan, makanya tanah menjadi becek dan membuat sepatuku kotor. Dan itu dia yang membuatku bingung. Ada jejak kaki sebelum aku datang.” Jawab Anis.
     Fian meneliti jejak kaki yang ada di kelas. Jejak sepatu Anis, Reza, dan jejak kakinya sendiri sudah ia identifikasi, tapi jejak kaki orang ke-empat jelas milik pelaku yang mencuri Novel Anis, Jejaknya bermotif dan berjangka cukup lebar.
     “tapi kita sudah tak bisa melacak jejak kaki ini kearah mana, soalnya lihat..”ujar Reza menunjukan Siswa yang sudah mulai berdatangan dan lalu lalang di depan kelas, membuat jejak kaki sepatu bercampur lumpur yang campur aduk satu sama lain. “oh hei..! lihat, tambut siapa ini?!”Reza mengambil sehelai rambut pendek bergelombang yang ada di atas Meja.
     “ini bukan rambutmu kan Nis..?”tanya Reza.
     “bukan, rambutku tak sepanjang itu, dan rambutku tidak bergelombang.”jawab Anis mendekat ke meja guru, demikian juga Fian.dari ketiga anak itu tak ada satupun yang rambutnya memiliki panjang dan warna yang sama, tapi jelas rambut sependek itu kemungkinan milik laki laki, karena juga berbau jel rambut laki-laki.
      “menurutmu, helai rambut ini kemarin ada atau tidak? Kemungkinan bisa juga ini milik anak dikelas kita bukan? Atau juga milik Guru? Atau bahkan milik OB.”tukas Fian.
     Anis dan Reza diam berfikir sejenak, “kurasa tak ada, guru yang mengajar kemarin semua perempuan dan semua berjilbab, siswa laki laki di kelas kita juga tak ada yang rambutnya sepanjang ini.” Ujar Reza.
    “OB yang kemarin kulihat malah Botak.” Sahut Anis.
    “jelas sekali, helai rambut ini, dan jejak kaki ini adalah milik pelaku.” Kata Fian sambil mengepalkan tanganya di dagunya, tanda dia sedang berfikir keras.
    “di sekolah ini ada ratusan siswa laki-laki, dan tak mungkin kita mengintrogasi mereka satu persatu, dan sangat tidak mungkin kita mengecek satu persatu motif alas sepatu mereka” tukas Reza mengernyitkan alisnya.
     “tidak, tidak usah sedemikian rumitnya. Aku mulai menemukan benang merahnya” ujar Fian menaikan alisnya, rupa-rupanya dia telah menghasilkan sesuatu dari berfikirnya.
     “apa itu pak Detektif?”ujar Reza dengan nada mengejek.
     “sudah, ikuti aku, di sebelah kiri kelas kita hanya ada kelas 11-A3 dan 11-A4, lalu tembok buntu kan?”
     “iya..” Reza dan Anis mengikuti Fian dengan rasa penasaran besar. Novel hilang di pagi hari, sehelai rambut panjang bergelombang milik laki-laki, dan jejak kaki pelaku, itu semua tak membantu apapun dalam menemukan kesimpulan siapa pelaku bagi Anis dan Reza, tapi tidak bagi Fian.
    Fian mendatangi Kusuma, ketua kelas 11-A4, “halo kusuma, boleh kutanya. Apakah kau tahu siapa saja anggota kelasmu yang piket hari ini?”tanya Fian pada Kusuma.
    “oh..tentu aku tahu, mereka Nita, Devi, Lia, Elsi, dan Nina. Kenapa kau bertanya hal seperti itu?” kata Kusuma menyebutkan nama-nama anggota piket hari itu, dan semuanya adalah nama perempuan.
     “ah tidak ada apa-apa, maaf mengganggumu, kami buru-buru, daah..”ujar Fian meninggalkan depan kelas 11-A4 diikuti Anis dan Reza yang penuh keheranan.
     Kini Fian mendatangi Rendra, ketua kelas 11-A3. Kebetulan Fian sangat akrab dengan ketua kelas 11-A3 dan 11-A4 karena mereka dulu satu kelas di kelas 10. “Hai Rendra...maaf, ada yang ingin kutanyakan.”ujar Fian terus terang.
     “oh..boleh silakan saja”jawab Siswa berambut kriting pendek tersebut.
     “apa kau tahu siapa saja anggota kelasmu yang piket hari ini?”
     “tentu aku ingat.”
     “bisa kau sebutkan?”
     “ya.. mereka Anisa, Nurul, Angga, Aldi, dan Raka.”
     “lalu, dari ketiga laki-laki tadi, siapa yang tinggi badanya lebih tinggi dari Reza temanku ini?”Fian menunjuk Reza di sebelahnya, Reza memiliki tinggi 167 cm, lebih tinggi dari Anis maupun Fian sendiri.
     “ketiganya kurasa.”
     “bisa kau tunjukan dari sini, siapa sajakah mereka?”
     Rendra menunjuk ketiga pemilik nama tersebut satu persatu, memang benar, rata rata tinggi mereka 173 keatas, terutama si Raka 178.namun Reza sangat bingung mendengar pertanyaan Fian tentang tinggi badan.
      “hei Fian, terus terang aku sangat bingung dengan maksud semua ini, dan jika kau bermaksud menyelidiki siapa pelaku, ketiga siswa disana tak memiliki rambut keriting atau bergelombang, teru tama si Aldi malah berkepala plontos.”ujar Reza sedikit jengkel karena rasa penasaranya yang tak terbendung.
     “tunggu, bersabarlah, aku juga sedikit bingung disini.” Jawab Fian.
     “apa..?!”
     “tunggu Rendra.. dari ketiga siswa itu, siapa yang rumahnya paling jauh? Dan mengendarai apa mereka kesini..?”
     “kurasa ketiganya rumahnya cukup jauh, rumah mereka semua berjarak lebih dari 20 Km dari sekolah. Si Raka datang diantar mobil ayahnya, Angga naik sepedah motor, Aldi datang naik angkutan umum.”
     “Aha..!!”Fian mengejutkan ketiga temanya, “baiklah terimakasih informasinya” ujar Fian meninggalkan Rendra yang penuh keheranan di wajahnya. Bel masuk tepat berbunyi.
    “hei Fian..awas saja kau tidak menghasilkan apapun atas semua hal membingungkan yang kau lakukan., kuhajar kau” ujar Reza ke sahabatnya, Fian.
     “hahaha, tenang saja, aku pastikan Novel itu sudah kembali ke tangan Anis nanti sepulang sekolah.” Fian dan Reza memasuki kelas.
    Pelajaran telah dimulai. Wajah Anis menunjukan kegelisahan dan ketidak-tenanganya. Sementara Reza tak bisa tenang karena rasa penasaran memenuhi jidatnya, rasa penasaranya semakin menjadi-jadi saat melihat Fian senyum-senyum sendiri.
     “Fian...apa kau mengetahui sesuatu?! Katakan..! apa kau mengetahui siapa pelakunya..?!”
     “Ssst..tenanglah, aku sudah mengetahui siapa pelakunya.”
     “Apa..?!..Siapa..?”
     “kau akan mengetahuinya saat kita menangkapnya nanti. Pelakunya adalah siswa kelas 11-A3, tubunya tinggi, rumahnya jauh, dan dia mendapat tugas piket hari ini.”
     “apa..? siapa?!dari mana kau tahu semua itu?!”Reza mendesak.
     “REZA..!!DIAM..!!!”bentak guru Matematika yang sedang mengajar di kelas, semua mata tertuju kepada Reza, wajah Reza berubah merah padam.
     Saat bel pulang berbunyi, Fian segera mengumpulkan teman temanya, Anis, Reza, Sam, dan Robi. “teman- teman mari bantu anis menangkap pencuri Novel kesayanganya...!” ujar Fian.
    Semua temanya mengikuti Fian dengan rasa penasaran, hingga mereka sampai di depan kamar mandi pria yang letaknya tak jauh dari kelas 11-A2. “kepung dia..!”kata Fian, menunjuk ke arah seorang siswa laki laki kelas 11-A3 dengan tinggi 174 cm.
     “Angga..!!?”sentak Reza keheranan. “tapi kan dia rambutnya tidak keriting atau bergelombang?”
    “astaga..kau masih berfikir rmabut pelaku bergelombang?, sehelai rambut yang bergelombang itu milik pelaku, rambut pelaku tidak bergelombang ataupun keriting, tapi rambutnya waktu itu tertekan Helm cukup lama di kepalanya saat dia menaiki motor ke sekolah, makanya saat melepas helm, rmabut yang tadinya lurus, karena tertekan helm menjadi sedikit membengok atau bergelombang. Dan tiada lain selain Angga..!” Fian mulai mengungkap deduksinya.
     “Hei sialan..! jangan asal menuduh kau..!”ujar Angga jengkel.
     “iya Fian, hal itu memang masuk akal, tapi itu tak cukup membuktikan bahwa dialah pencurinya..”ujar Anis menyahut.
      “biar kujelaskan satu persatu fakta yang berhubungan dengan deduksiku. Pertama, novel hilang pagi hari sebelum Anis datang,artinya pelaku datang pagi-pagi, dan kemungkinan besar siswa yang datang di pagi hari yang dingin ini adalah untuk piket.”
     “kedua, Ada jejak kaki berlumpur di lantai, kemarin tidak hujan, tapi hujan baru turun tadi pagi, itu memperkuat dugaan bahwa dia datang di pagi hari. Dan jarak tiap jejak cukup lebar, artinya langkah pelaku cukup lebar, itu menunjukan tubuhnya yang jangkung..”
     “ketiga, helai rambut yang cukup panjang untuk laki laki, tapi cukup pendek untuk perempuan. Berbau jel rambut laki-laki, jadi helai rambut itu adalah milik laki-laki berambut panjang. Awalnya aku mengira rambutnya bergelombang, tapi aku salah, rambutnya yang bengkok diakibatkan tekanan helm yang lama. Artinya dia berkendara naik motor mengenakan helm, dan karena rumahnya cukup jauh, dia juga cukup lama mengenakan helm tersebut sehingga timbulah lekukan di rambut.” Fian mengutarakan Deduksinya panjang lebar di hadapan ketiga temanya dan seorang tersangka.
     “jadi, untuk itu semua kau bertanya kepada Kusuma dan Rendra tentang jadwal piket, nama, jenis kelamin, dan tinggi badan, serta jarak rumah dan kendaraan?”tanya Reza.
     “Benar sekali sahabatku..!”katanya, “semua cocok dan hanya cocok denganmu Angga.!”
     “Hei yang benar saja..! lalu dari mana kau bisa mengambil kesimpulan bahwa pelakunya dari 11-A3..?!!menuduh tanpa bukti adalah Fitnah..!”Angga mengelak dengan semua fakta yang tersaji di hadapanya.
     “orang yang mencuri pastinya melihat Novel itu di meja Guru kelas 11-A2, dan orang yang melihatnya pastilah orang yang lewat depan kelas 11-A2, dan orang yang lewat depan 11-A2 hanyalah orang yang menuju ke kelas 11-A3 dan 11-A4, karena setelah kedua kelas itu jalan buntu, tak munkin ada orang yang datang dari arah sebaliknya di waktu sepagi itu, dengan begitu bisa dipastikan pelakunya adalah antara kelas 11-A3 dan 11-A4. Kelas 11-A4 tidak memiliki bukti yang mendukung atas tuduhan ku, semua fakta hanya cocok dengan kau, dan kau tidak bisa mengelak, buktinya ada di bawah kakimu !, motif alas sepatumu pasti sama persis dengan jejak sepatu di kelas yang sampai sekarang masih terlihat jelas mengotori kelasku..!”
     Angga tak bisa berkata apa-apa, dia tak berani mengangkat kakinya, wajanya penuh keringat, matanya tak berkedip dengan ekspresi gelisah, bingung, dan takut yang bercampur aduk.
     “sekarang aku beri tiga pilihan..”ujar Fian, “pertama kuseret kau ke kelasku dimana anak anak masih ada di dalamnya, lalu mengutarakan semua deduksiku tadi dan fakta bahwa kau mencuri, kedua, kulaporkan kau ke guru BK, dan ketiga....mengakulah dengan jujur dan kembalikan Novel Sherlock Homes yang kau curi itu kepada Anis.”ujar Fian tegas.
     “baiklah baiklah..!!tolong jangan laporkan aku ke BK, atau jangan lakukan apapun yang membuatku malu..!”ujar Angga.
     “kau yang mempermalukan dirimu sendiri..”tukas Fian kasar.
     “baiklah..!maaf, aku memang mencurinya, aku adalah pengemar berat Sherlock Holmes, dan saat aku lewat depan kelas kalian, aku melihat Novel itu, karena malu untuk meminjam dan aku melihat tak ada siapapun waktu itu, aku mengambilnya secara diam-diam. Tapi akan ku kembalikan padamu, tolong maafkan aku..!!”Angga mengambil Novel itu dari tasnya dan menyerahkanya ke Anis.
     Tangan Anis mendorong Novel yang disodorkan kepadanya. “tak apa kawan, aku juga penggemar berat Sherlock Holmes, aku tahu bagaimana perasaanmu, kau bisa meminjamnya dulu, tak perlu malu, kita kan sama-sama Sherlockian “ujar Anis tersenyum dan mengulurkan tangnya ke Angga.
    Angga dengan penuh rasa terimakasih menjabat tangan Anis.dia juga meminta maaf kepada Fian, Reza, Sam, dan Robi. Kini Angga berteman dengan mereka, dan angga kagum dengan Ketelitian analisa Fian, bagai seorang Detektif.

Sunday, August 10, 2014

Pencurian Klub Teater








Judul:Pencurian Klub Teater
Genre:Mistery, School-life
Author:Aliffiandika   



      “Kak gawat kak..!!”teriak gadis berambut pendek memasuki kelas 11 A-5.
     “heh? Ada apa ndre..?” kata Fian, kakak Riana Andreani, nama gadis tersebut. Mereka adalah pelajar SMA Negeri 6 Malang. Pada hari jumat SMA 6 Malang tengah melakukan persiapan menjelang perayaan Hari ulang tahun sekolah, sekolah berencana menampilkan pertunjukan drama oleh Klub Teater, penampilan klub-klub lain, serta penampilan Band-band siswa, tak lupa juga di meriahkan oleh berbagai lomba menarik lainya.
     “gawat, kostum kami hilang, kostum untuk Drama di Hari ulang tahun sekolah besok.”
     “terus?”kata Fian cuek membaca buku.
     “ayolah...kau kan jenius, tolong bantu kami...” Hari itu, Klub Teater kehilangan properti untuk acara pementasan di perayaan ulang tahun sekolah. Hal itu cukup membuat anggota Klub Teater panik, karena hal itu dapat mengagalkan pementasan.
     “baiklah baiklah...tunggu sebentar.” kata Fian memasukan bukunya ke dalam laci meja.
     “sudah nanti saja !, ini lebih penting.” Riana menyeret kakaknya menuju Ruang Teater, tempat berkumpulnya anggota Klub Teater.
     Di depan Ruang Klub sudah berdiri banyak siswa.“lho..lho ini siapa lagi kau bawa?”tanya Aisyah siswi kelas 11 B-2 selaku ketua Klub Teater.
     “Dia kakak-ku, kelas 11 A-5, dia pasti bisa membantu kita menemukan ‘Gaun sang putri’ yang hilang, walaupun dia terlihat seperti lelaki tak ber-otak,tapi dia jenius lho..”ujar Riana dengan gayanya yang tomboy.
     “hei hei..”Fian melirik Riana.
     “baiklah..mohon bantuanya, gaun itu sangat penting untuk pementasan besok” ujar Aisyah pada Fian.
     “aah...tapi aku tidak yakin bisa menemukan gaun itu.” Fian menggaruk kepalanya yang berambut cukup lebat untuk laki-laki.
     “kami ingin kau menemukan siapa Pencurinya..!”kata Fitria salah seorang anggota Klub.
     “pencuri? Jadi maksudmu, gaun itu di curi?”
    “iya..”Aisyah menunjukan bagian dalam ruangan, Fian terpaksa masuk dan melihat lihat. Terlihat banyak properti untuk drama, sebuah lemari penuh sapu dan sebuah meja berbentuk bundar dikelilingi 5 kursi, dan terdapat tumpahan bedak berwarna putih berceceran di lantai.
      “oh..itu aku tadi tidak sengaja menumpahkan bedak untuk tata-rias di lantai, aku akan mengambil sapu..”kata Tifani gadis berkacamata.
     “jangan..! biarkan tempat ini tetap seperti semula !,jangan sentuh apapun !”sentak Fian mulai serius menyelidiki. “dimana letak Gaun itu awalnya?”
     “di situ.”Fitria menunjuk meja berbentuk bundar di kelilingi 5 kursi.
    “baiklah, sekarang siapa sajakah yang berada di ruangan ini berurutan seiring waktu..?”kata Fian.
    “pukul 10 kami semua anggota klub Teater membahas propeti di ruangan ini, lalu kami keluar untuk membeli makanan, sementara yang tinggal di sini yaitu Tifani dan Fitria.”ujar Aisyah.
     “aku pergi ke toilet karena mendadak perutku sakit, jadi aku meninggalkan Tifani sendirian.”kata fitria.
     “lalu bagaimana denganmu?”tanya Fian pada Tifani.
     “benar, aku sendiri di ruangan ini saat itu, aku tidak sengaja menyengol bedak yang ada diatas meja,sehingga terjatuh ke lantai dan berceceran, kemudian aku keluar mengambil kuas untuk memungutinya, setelah aku kembali, sudah ada Fitria dan mas-OB di pintu, saat itulah kami menyadari bahwa Gaun untuk pemeran ‘sang putri’ telah hilang.”
       “lalu mas..?”dia lanjut bertanya ke seorang OB yang juga ada di ruangan.
       “iya, saya tadi masuk untuk mengambil sapu.”
       “tunggu...,sapu?”
       “iya, sapu, kain pel dan alat kebersihan disimpan di ruangan teater ini, di lemari itu.” dia menunjukan lemari. “saat aku masuk, bedak sudah tercecer dan tak ada gaun diatas meja, tapi sebelum aku masuk aku sempat menyirami bunga di depan ruang ini, dan aku melihat tiga anak ini bergantian memasuki Ruangan ini.”
      Fian mengamati tiga anak berseragam lengkap, mereka yaitu Zaen ketua kelas 11 B-2, gadis berambut panjang bernama Rena siswa kelas 10-1, dan terakhir anak laki laki kurus bernama Yoga kelas 10-2.
     “kenapa kau masuk ruangan Teater?”tanya Fian pada Rena.
     “aku meminjam sapu, dan ini aku mau mengembalikanya.” dia menunjukan sapu di tanganya.
     “lalu kau?” dia menunjuk Yoga.
     “aku habis mengembalikan sapu ke dalam Ruangan, kebetulan hari ini aku piket, dan kelas kehabisan sapu, benarkan Riana?”
     “Iya kak, kebetulan kami sekelas di kelas 10-2.” Kata Riana.
     “yang terakhir kau Zaen.” Zaen adalah teman lama Fian di kelas 10.
     “sama seperti dia, pagi tadi kelasku meminjam sapu dari ruangan ini, kemudian pukul setengah sebelas-an aku mengembalikanya ke sini. aku sama sekali tak melihat gaun itu di  meja.”kata anak lelaki bertubuh jangkung itu.
     “beri aku waktu sebentar untuk mengamati meja itu.”kata Fian.
     “silahkan, tapi gaun itu tak mungkin ada di situ..” sahut Aisyah.
     “aku bukan mencari gaun itu di meja itu, tapi aku mencari petunjuk.”
     Fian mulai mendekati meja berbentuk lingkaran itu. Dia menunduk dan mengamati lantai, dia hanya melihat, namun tak menyentuh benda apapun disana.
     “bagaimana kak? Kau temukan petunjuknya?”kata Riana di belakang Fian.
     “Andre..coba katakan padaku, apa saja yang kau lihat?”kata Fian pada Riana, Fian biasa memanggil adiknya dengan nama Andre karena Riana bersikap seperti laki-laki.
    “mejanya bundar, ada lima kursi mengelilingi meja, ada tumpahan bedak di dekat salah satu kursi.”
     “ya benar, dengan begitu kita bisa mengetahui siapa pelakunya”
     “hah? Bagaimana bisa?”
     “lihat lah..”Fian menunjukan salah satu kursi dekat tumpahan bedak. “ada garis miring panjang di tumpahan bedak yang berasal dari kaki kursi, semua kursi tertata rapi, namun hanya kursi ini yang sedikit miring, kursi ini menghadap Barat tapi sedikit miring ke arah Utara, sialnya di tumpahan bedak ini juga ada banyak bekas jejak sepatu yang tidak jelas bentuknya, kemungkinan mereka menginjak-injak tumpahan bedak saat mencari gaun.”
     “aku masih tidak mengerti.”ujar Riana memiringkan kepalanya.
     “sudahlah, ikuti aku..”Fian dan Riana keluar ruangan dan menemui teman-temanya yang menunggu di depan ruangan.
      “bagaimana? Sudah kau temukan petunjuknya?”Fitria bertanya.
      “sudah, tapi petunjuknya tidak cukup untuk membuktikan siapa pelakunya.”jawab Fian.
      “apa mungkin pelakunya salah satu dari kalian berdua” kata Yani salah seorang anggota klub teater menunjuk Tifani dan Fitria.
     “apa..?! yang benar saja, aku ke kamar mandi, dan pulang-pulang gaun itu sudah tidak ada.”sentak Fitria.
     “bisa saja kau Tifani, bukankah kau satu satunya orang yang berada di ruangan ini ketika kami pergi.”
     “aku berani bersumpah, aku tak mencurinya, buat apa coba?kan bisa saja anak anak yang masuk sini mengambil sapu tadi..”Tifani menyangkal.
     “sudah sudah..! cukup jangan saling menuduh, kita tak bisa menuduh orang tanpa bukti. Begini saja, emh...sekarang jam berapa?”kata Fian.
    semua anak melihat jamnya masing masing. “jam 11:20”kata Fitria melihat jam di ponselnya.
    “di jam ku menunjukan pukul 11:27, lebih cepat 7 menit memang.” Kata Yoga melihat jam tangan yang ada di tangan kananya.
     “jam 11:20” ujar Zaen memperlihatkan ponsel di tangan kananya.
     “ponselku menunjukan pukul 11:22”sahut Aisyah sambil memasukan ponselnya ke saku kirinya.yang lainya kebanyakan sama dengan jam Fitria.
     “ngomong ngomong kenapa kalian semua membawa tas kalian?”tanya Fian.
     “kelas kami semua sedang dibersihkan untuk acara besok, makanya kami membawa tas kami”ujar Tifani.
     “baiklah kalau begitu, tak ada waktu lagi, karena ini hari jumat, sebentar lagi siswa laki -laki muslim harus sholat jumat, aku akan melakukan tes kepada kalian semua.yaitu tes lari.”
     “apa?!tes lari?! Jangan bercanda kau!”ujar Aisyah.
      “iya, benar, untuk apa lari segala?kita mencari pencuri kan?”sahut Zaen.
      “sudah turuti saja, tak ada waktu lagi” akhirnya mereka menuruti perkataan Fian, mereka lari satu persatu dengan jarak 20 meter, tak terkecuali adiknya sendiri dan OB.
      “bagaimana?”tanya Aisyah.
      “uh..aku belum tahu siapa pelakunya, atau mungkin pelakunya memang tidak ada diantara kita.”jawab Fian.
      “apa..!?hei ayolah, jangan bermain-main, apa mungkin kau ini memang bodoh dan tidak tahu siapa pelakunya?”Aisyah mulai marah.
      “aku bilang aku belum mengetahui siapa pelakunya disini, mungkin pelakunya tidak ada diantara kita. Begini saja, sekarang kau beritahu wakil kepala sekolah masalah kehilangan ini, biar nanti diumumkan bagi siapa yang menemukanya. Aku berani jamin pasti ditemukan sebelum selesai sholat jumat, dan jika tidak, aku yang bertanggung jawab” Fian menegaskan.
      Dengan begitu, semua bubar. Aisyah ditemani beberapa temanya pergi ke wakil kepala sekolah untuk melapor, sementara yang lainya pergi kembali ke kelasnya.
      “tunggu kak, sebenarnya kau berbohongkan soal kau tidak tahu siapa pelakunya?, dan lagi pula, ini jalan menuju kelasku, kelasmu kan disana!”ujar Riana yang kakaknya berjalan di sampingnya.
      “ndre..aku bertanya, apa saja jadwal pelajaranmu hari ini.?”
      “karena hari ini jumat, kelasku hanya punya dua mata pelajaran, yaitu Seni dan PKN, jam selebihnya di gunakan untuk bersih bersih.”
      “apakah dua pelajaran itu membuat bawaanmu berat?”
     “tidak, lihatlah ! tasku sangat ringan, hanya membawa dua buku tulis untuk PKN dan satu buku gambar untuk Seni, lagi pula hari jumat tak ada ekstra kurikuler apapun, tentu bawaanku tidak berat.”
     “itu dia...”
     “kenapa?”sahut Riana.
     “kita akan menemui sang pelaku.” Fian mempercepat langkah kakinya, Riana mengikuti di belakangnya. Mereka mendekati seseorang dari arah belakang, dan menepuk pundaknya.
     “apa..?! Yo..Yoga..?”ujar Riana, melihat kakaknya menangkap Yoga. “tapi kenapa?”
     Mereka bertiga berhenti, kebetulan jalan menuju kelas sudah sepi, tak ada murid lalu lalang. “kau ingat posisi kursi di meja bundar itu? Kau ingat bekas kaki kursi yang didorong di tumpahan bedak?”
     “iya, kenapa dengan itu semua, bukankah itu semua tak ada hubunganya dengan Yoga?”
     “pada tumpahan bedak itu, ada garis sepanjang 20 centimeter miring ke kanan, dan garis itu dibuat oleh kaki kursi yang didorong, hanya kaki kursi bagian kiri yang menimbulkan garis,dan kursi miring menghadap kanan. Artinya seseorang telah memiringkan badan sebelah kirinya dan menjulurkan tangan kirinya untuk mengambil gaun, sehingga kursi didepanya terdorong dan miring kearah kanan, bisa disimpulkan si pelaku adalah kidal, dan hanya ada dua orang yang kidal di antara kita tadi, yaitu Aisyah dan Yoga..!”
     “bagaimana kau bisa tahu Yoga dan Aisyah kidal?”tanya Riana.
     “Yoga memakai jam di tangan kanan kan? Orang biasa memakai jam di tangan kiri, sedangkan orang kidal memakai jam ditangan kanan. Dan Aisyah dia mengambil, memegang, dan menaruh ponselnya dengan tangan kiri, tapi Aisyah punya alibi, dia berada di kantin bersama teman-temanya saat kejadian, jadi...sisanya tinggal kau Yoga..!”
     Yoga terdiam, wajahnya memerah penuh kekhawatiran.
     “tapi karena Yoga kidal bukan berarti dia pelakunya bukan?”kata Riana meyahut.
     “kau kira untuk apa aku melakukan tes lari pada semua anak yang membawa tasnya? Itu hanya untuk memastikan bahwa ada tidaknya gaun itu di dalam tas mereka, makanya aku tadi bertanya soal jadwal padamu, seharusnya buku dan barang bawaanmu sangat sedikit, tapi lihat, tas yoga terlihat begitu besar dan penuh, lalu saat dia berlari, tasnya terangkat angkat dengan mudah dan ringan, artinya tas yoga terisi barang yang ringan tapi memakan tempat. Jika dugaanku benar maka gaun itu ada di dalam tasnya yoga sekarang. Dan perkara bedak, pasti bedak yang menempel dibawah sepatunya sudah hilang saat dia menginjak rumput berembun di sana tadi.” Fian dengan lengkap mengutarakan deduksinya.
     “tapi kenapa?”sahut Riana.
     “aku tidak akan bertanya kenapa, aku hanya ingin kau mengembalikan gaun itu ke klub Teater.”ujar Fian.
     Yoga tak menjawab sepatah katapun, dia tak bisa mengelak bukti itu, dia membuka tasnya, terlihat sebuah gaun berwarna putih dengan motif berwarna emas yang indah. “maafkan aku, aku hanya disuruh, aku bersumpah. Tolong jangan laporkan aku kak, kumohon..”kata Yoga memohon, mata Yoga mulai memerah dan berair.
     “sudah sudah..tenanglah, kau kira untuk apa aku menemuimu disini, sebenarnya aku sudah tahu kau pelakunya di sana, tapi jika kuutarakan pasti mereka akan menghajarmu dan tidak akan memaafkanmu, maka dari itu, kau kembalikan saja diam diam gaun itu, atau taruhlah di tempat yang banyak siswa lewat, aku yakin akan ada yang menemukan dan membawanya ke wakil kepala sekolah.”Fian menenangkan.
     “baik kak..aku akan melakukan seperti apa yang kau katakan, terimakasih kak..”ujar Yoga.
     “sudahlah Yog...tenang saja, kami tak akan mengadukanmu, akukan sekelas denganmu, dan aku tahu kau sebenarnya anak yang baik.”ujar Riana.
     “terimakasih Riana.”mereka pun pergi meninggalkan Yoga.
     “kau benar benar hebat kak..tak kusangka kakak yang kukira tidak berguna ini ternyata bijaksana juga..”ujar Riana.
     “sudahlah, aku hanya tak ingin ada yang sakit hati dan dirugikan, jika saja aku menuduhnya di depan yang lain, pasti dia menyimpan dendam dan akan berbuat hal buruk lagi.”
     “tapi kak, aku masih heran kenapa dia melakukanya? Dia bilang disuruh, tapi oleh siapa?”
     “aku sudah tahu siapa yang menyuruhnya, dia adalah temanku dulu, namanya Devi, dia kakanya Yoga, kau mengenalnya kan?, dulu dia ikut klub Sastra dan klub Teater.”
     “iya benar, beberapa hari yang lalu kak Devi memberikan naskah drama yang ia tulis kepada kak Aisyah, naskahnya tentang wanita melawan penyihir, tapi Yunita temanku juga mengajukan naskah dramanya yang berkisah tentang kisah cinta seorang putri dan pangeran”
      “sudah kuduga, pasti Devi merasa sakit hati ketika mengetahui bukan naskahnya yang digunakan untuk Drama, dia merasa naskahnya ditolak secara tidak langsung, dia juga merasa iri. Akhirnya dia menyuruh adiknya membalaskan sakit hatinya dengan menyuruh adiknya mencuri gaun yang digunakan untuk pentas drama.”
     “kurasa kak Devi salah paham, Kak Aisyah tidak menolak naskah kak Devi ataupun naskah Yunita, tapi dia menggabungkan keduanya, dalam drama akan ada tokoh putri dan pangeran melawan seorang penyihir.”
     “jadi begitu ya? Akhirnya, semua senangkan?”sahut Fian.
     “tapi kak? Dari mana kau tahu Yoga adiknya kak Devi?”
     “mereka sangat mirip, lagi pula dulu di kelas 10, aku pernah melihat Devi mengisi biodata, dan aku melihat dia menulis nama anggota keluarga termasuk adiknya, tertulis Yoga Widyanto.”
     Fian dan kawan kawanya pergi ke masjid sekolah untuk melaksanakan sholat jum’at. Seusai sholat jumat, Klub Teater berhasil mendapatkan gaunya kembali. Seorang siswa menemukanya di depan pos satpam dan menyerahkanya ke wakil kepala sekolah.
      “sepertinya Yoga melakukan apa yang kukatakan dengan baik.”kata Fian dan Riana yang sedang berjalan pulang menuju rumah.
     “kan sudah ku bilang, dia itu sebenarnya anak yang baik.”
     Keesokan harinya, mereka akan merayakan hari ulang tahun sekolah, semua lomba dan kegiatan berjalan dengan lancar dan meriah, termasuk pentas drama klub Teater, kisah seperti yang dikatakan Riana, Aisyah menggabungkan cerita Yunita dan Devi, Devi yang melihatnya juga ikut senang dan menyesal telah melakukan hal yang buruk.
      Tapi ada hal yang membuat Fian kaget saat menyaksikan pertunjukan Drama, “Hah..!!Ri...Riana jadi Pangeran?!” ujar Fian kaget.
     “siapa Riana?”kata Teman Fian yang duduk disebelah.
     “Dia adik perempuanku.”
     “pe..perempuan?oh iya ya, adikmu si cewek tomboy itu kan?”. Mungkin klub Teater menjadikan Riana Pangeran karena Riana yang bertingkah dan bersikap seperti laki-laki, atau juga mungkin karena Klub Teater tak memiliki anggota laki-laki untuk memerankan sang Pangeran.


Minta Koreksi dan komentarnya gan.
Catatan: Boleh Copas, tapi DILARANG mengubah hak cipta.

Kata - Kata Kasar (The Tabooness of Profanity)

"Kok kamu ngomong kasar kayak gitu sih?" "Jaga dong mulutmu!" "Kok kowe misuhan seh?" "Why do you cursed ...